The human condition:
lost in thought
~Eckhart Tolle
Saya sengaja memberikan judul yang
menggigit untuk artikel ini. Banyak orang yang salah mengerti bila saya
berbicara mengenai pikiran. Semua buku dan artikel yang saya tulis selalu
berbicara mengenai pikiran. Banyak yang bertanya pada saya, ”Pak, berarti
kunci untuk mencapai sukses atau kebahagiaan adalah dengan pikiran?”
”Ya dan belum tentu”, jawab saya.
Lha, kok bisa ya dan belum tentu.
Bukankah semua ini hanya permainan pikiran?
Anda benar sekali. Semua adalah
permainan pikiran . Namun sayangnya seringkali yang kita alami adalah kita
dipermainkan pikiran kita dalam suatu permainan yang pikiran mainkan dengan
tidak main-main.
Bingung?
Manusia pada umumnya, tanpa mereka
sadari, hanya menjalani kehidupan dalam koridor penjara pikiran yang sempit
yang dibatasi oleh tembok-tembok tinggi persepsi. Mereka jarang sekali,
jika tidak mau dikatakan tidak pernah, mampu menjelajah melampaui
perangkap penjara pikiran yang dikondisikan oleh keterbatasan persepsi akibat
ketidaktahuan akan ketidaktahuan.
Dengan bahasa yang lebih sederhana
manusia hidup dalam realita yang ditentukan oleh seperangkat aturan (baca:
program pikiran) yang ada dalam pikirannya. Kita tidak melihat segala sesuatu
apa adanya. Kita melihat sesuatu apa kita-nya.
Sang Buddha pernah berkata,
“Pikiran itu sungguh sukar diawasi. Ia amat halus dan senang mengembara
sesuka hati. Karena itu hendaklah orang bijaksana selalu menjaganya. Pikiran
yang dijaga dengan baik akan membawa kebahagian. Pikiran itu mudah goyah dan
tidak tetap, sulit dijaga dan sulit dikuasai; namun orang bijaksana akan
meluruskannya, bagaikan seorang pembuat panah meluruskan anak panah”
Benar, kita bisa mencapai
kebahagian atau sukses di bidang apa saja dengan menggunakan pikiran secara
benar. Namun bila kita tidak hati-hati seringkali kita dipedayai oleh pikiran
kita.
Ambil contoh ”kebencian” dan
”kebahagiaan”. Jika dilihat sekilas maka kita tahu bahwa ”kebencian” adalah
suatu emosi yang negatif sedangkan ”kebahagiaan” adalah emosi positif.
Benarkah demikian? Ternyata ”kebahagiaan” justru bisa menjadi sumber
masalah. Pikiran yang terlalu melekat, atau selalu menginginkan, atau
berusaha mempertahankan ”kebahagiaan” justru akan menimbulkan efek negatif.
Dan bahkan keinginan untuk bahagia bisa mengobarkan api ”kebencian”. Untuk
lebih jelas mengenai hal ini anda bisa membaca artikel saya yang berjudul
”Bahaya Kebencian Dan Kebahagiaan”.
Untuk bisa keluar dari perangkap
pikiran maka kita perlu mengerti cara kerja pikiran. Dengan memahami cara
kerja pikiran kita bisa mengerti permainan yang sedang pikiran mainkan di
suatu saat. Sehingga kita, bukannya larut dalam permainan itu atau didikte
dengan suatu aturan main yang pikiran tetapkan sendiri, dapat menetapkan rule
of game yang menguntungkan diri kita.
Untuk itu mari kita amati proses
belajar setiap manusia. Kita melewati empat tahap belajar yaitu:
1. Unconscious Incompetence
2. Conscious Incompetence
3. Conscious Competence
4. Unconscious Competence
Pada tahap pertama, Unconscious
Incompetence, kita tidak tahu kalau kita tidak tahu. Misalnya, sewaktu kita
masih kecil, kita tidak tahu bahwa kita, saat itu, belum bisa jalan. Melalui
interaksi dengan orang dewasa atau lingkungan kita, yang masih kecil,
akhirnya tahu (Conscious Incompetence) bahwa kita belum bisa jalan. Mengapa?
Karena kita melihat orang di sekeliling kita berjalan tegak.
Selanjutnya kita mulai belajar
berjalan dan akhirnya bisa berjalan dengan sempurna (Conscious Competence).
Sekarang, kita bahkan tidak sadar lagi bahwa kita bisa jalan dengan sempurna
(Unconscious Competence). Kemampuan berjalan, yang dulunya kita
pelajari dengan begitu susah payah, mengalami jatuh bangun, bahkan ada yang
sampai kepalanya benjol karena jatuh, kini telah menjadi kecakapan yang
bekerja secara otomatis.
Nah, saat suatu skill telah masuk
ke tahap Unconscious Competence maka sejak saat itu, bila tidak dilakukan
intervensi secara sadar, skill ini akan bekerja dengan prinsip automatic pilot.
Hal yang sama berlaku juga dengan kecakapan berpikir, yang note bene adalah
keahlian pikiran itu sendiri.
Automatic pilot berfungsi untuk
memudahkan hidup kita. Yang akan dijalankan oleh sistem automatic pilot
adalah program/kebiasaan yang paling kuat. Baru-baru ini, saat sedang
mengendarai mobil, saya larut dalam pemikiran yang cukup intens mengenai
sesuatu. Saat itu pikiran (bawah sadar) saya secara otomatis mengambil alih
kendali. Tanpa saya sadari, saat bertemu jalan yang bercabang dua, secara otomatis
mobil saya belokkan ke kanan. Padahal rute yang seharusnya saya lewati adalah
belok ke kiri. Jalan ke arah kanan adalah rute yang setiap hari saya lalui
untuk ke kantor.
Nah, apa sih yang membuat kita
terperangkap di dalam penjara pikiran?
Salah satu kebutuhan dasar manusia
yang sangat menonjol adalah kebutuhan akan konsistensi. Saat pikiran telah
memutuskan untuk menerima sesuatu sebagai ”kebenaran” maka ia akan konsisten
dengan ”kebenaran” itu. ”Kebenaran” ini belum tentu sejalan dengan ”kebenaran”
yang kita setujui kebenarannya. ”Kebenaran” menurut pikiran sejalan dengan
pemikiran pikiran itu sendiri yang didukung dengan berbagai pengalaman yang
pernah kita alami.
”Kebenaran” ini dikenal dengan
istilah belief. Jadi, setelah pikiran mengadopsi suatu belief maka
selanjutnya belief ini yang mengendalikan pikiran. Tanpa intervensi
yang dilakukan secara sadar maka hidup kita sepenuhnya dikendalikan oleh
berbagai belief yang telah kita adopsi dan yakini kebenarannya.
Saat kita percaya/belief akan
kebenaran sesuatu maka kita tidak akan lagi mempertanyakan keabsahan data
atau landasan pijak berpikir yang digunakan sebagai dasar penerimaan suatu
belief. Belief kita selalu benar menurut kita. Yang benar menurut kita
belum tentu benar menurut orang lain. Kita akan mati-matian mempertahankan
belief kita karena kita yang memutuskan bahwa ”sesuatu” itu adalah hal yang
benar. Masa kita meragukan kebenaran yang telah kita putuskan ”kebenarannya”
?
Lalu, bagaimana caranya untuk bisa
keluar dari perangkap penjara pikiran? Sesuai dengan judul artikel ini maka
jalan kebebasan adalah melalui pintu kesadaran.
Nah, anda mungkin akan bertanya,
”Mengapa harus melalui pintu kesadaran?”
Hanya melalui pintu kesadaran kita
bisa menyadari bahwa kita bukanlah pikiran kita, kita bukanlah perasaan kita,
kita bukanlah kebiasaan kita, dan yang lebih penting lagi adalah bahwa kita
bukanlah belief kita. Kesadaran membuat kita mampu untuk melakukan
disosiasi atau pemisahan yang jelas.
Dengan kesadaran kita mampu
melakukan metakognisi atau berpikir mengenai pikiran. Dengan berpikir dan
mengamati pikiran maka kita akhirnya mengenal ”sosok” pikiran kita. Kita akan
tahu pola atau kebiasaan yang pikiran lakukan. Dengan kesadaran kita dapat
memahami bahwa pikiran, walaupun merupakan piranti yang sangat luar biasa,
tetap hanyalah sebagian kecil dari kesadaran itu sendiri.
Lalu, bagaimana cara untuk bisa
mengamati pikiran?
Oh, caranya mudah sekali. Yang
perlu kita lakukan adalah belajar untuk menjadi hening. Kita perlu
membiasakan diri ”berjalan” di keheningan. Hanya dengan hening kita baru
mampu mengamati pikiran kita dengan jelas.
Pikiran ibarat segelas air yang
keruh karena berisi kotoran atau partikel kecil (baca: buah pikir). Dalam
kondisi keruh kita tidak akan bisa melihat melampaui gelas air itu. Kita
tidak akan mampu melihat dan mengamati berbagai komponen yang membuat air
(baca: pikiran) menjadi keruh.
Lalu, bagaimana caranya untuk bisa
melihat partikel kecil yang mengotori air? Bagaimana cara untuk bisa melihat
melampaui gelas yang keruh?
Sekali lagi, caranya sangat mudah.
Letakkan gelas yang berisi air keruh dan biarkan selama beberapa saat. Jangan
digerak atau diaduk-aduk. Biarkan saja.
Selang beberapa saat
kotoran-kotoran itu akan mulai mengendap dengan sendirinya, tanpa harus kita
upayakan. Setelah semuanya mengendap air di gelas menjadi sangat jernih.
Kotoran itu akan turun ke dasar gelas dan menjadi sangat mudah diamati. Kita
juga akan dapat melihat melampaui gelas. Mudah, kan?
Pertanyaannya sekarang adalah
bagaimana caranya menjadi hening?
Setiap hari, selama sekitar 30
menit sampai 60 menit, lakukan meditasi. Duduklah dengan tenang dan mulailah
mengamati pikiran anda. Bagi pemula anda bisa melatih diri dengan melakukan
meditasi 15 menit di pagi hari dan malam hari.
Pengamatan terhadap pikiran akan
membawa kita pada pengenalan dan pemahaman mendalam yang kita namakan
kebijaksanaan. Nah, kebijaksanaan inilah sebenarnya kunci pembuka pintu
kebebasan kita.
Bill Gould, mentor saya, selalu
berpesan pada saya, “Adi, if you want to keep growing, you have to challenge
everything. Even your own thinking and beliefs.”
|
ConversionConversion EmoticonEmoticon