Aplikasi Teori Fungsional Struktural dalam Pendidikan

Hasil gambar untuk pendidikan
Dalam buku Manajemen Pendidikan Mutu berbasis Sekolah yang dikeluarkan oleh Direktorat Pendidikan Menengah Umum, Dirjen Dikdasmen, Depdiknas (1999:6-7) diungkapkan beberapa indikator yang menjadi karesteristik dari konsep MPBS sekaligus mereflaksikan peran dan tanggung jawab masing-masing pihak antara lain;
1.        lingkungan sekolah yang aman dan tertib,
2.        sekolah memiliki misi dan target mutu yang ingin dicapai,
3.        sekolah memiliki kepemimpinan yang kuat,
4.        adanya harapan yang tinggi dari personil sekolah (kepala sekolah, guru, dan staf lainnya, termasuk siswa) untuk berprestasi,
5.        adanya pengembangan staf sekolah yang terus menerus sesuai tuntutan IPTEK,

6.        adanya pelaksanaan evaluasi yang terus menerus terhadap berbagai aspek akademik dan administrative, dan pemanfaatan hasilnya untuk penyempurnaan dan atau perbaikan mutu,
7.        adanya komunikasi dan dukungan insentif dar orang tua siswa dan masyarakat lainnya.

Dapat menyimpulkan bahwa praktek teori struktural-fungsional yang mengedepankan integrasi, maka tanggung jawab dan peran masing-masing pihak harus selalu menjadi prioritas dalam rangka membangun intergrasi solid di sekolah terutama yang erat kaitannya dengan peningkatan mutu pendidikan .
  
Anilisis SWOT (Strengths-Weakness-Opportunities-Threats) merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk membantu sekolah mengungkapkan dan mengidentifikasi permasalahan. Pentingnya analisis SWOT dilakukan agar dapat diketahui kekuatan dan kelemahan yang melekat dlam lingkungan internal system itu sendiri, serta peluang dan tantangan yang dating dari lingkungan eksternal system tersebut. Berbagai hasil studi empirik menunjukkan bahwa suatu manajemen itu akan berhasil jika mampu mengoptimalkan pemberdayaan dan pemanfaatan kekuatan dan peluang yang dimilikinya serta mampu meminimalkan intensitas pengaruh factor kelemahan dan hambatan disertai upaya untuk memperbaiki atau mengatasinya (syamsuddin, 2000:5)

Disini, penulis perlu menjelaskan juga bahwa untuk membahas lebih rinci sejauh mana sosiologi mambahas tentang kependidikan dan begitu juga sebaliknya, maka dalam disini kami sedikit akan memberikan informasi mengenai pendidikan dalam sosiologi. Namun ruang lingkup bahasannya terbatas pada lembaga pendidikan itu sendiri.

Menurut Stalcup:
1.      Educational sociology; yakni merupakan aplikasi prinsip-prinsip umum dan penemuan-penemuan sosiologi bagi pengadministrasian dan/atau proses pendidikan. Pendekatan ini berupaya untuk menerapkan prinsip-prinsip sosiologi pada lembaga pendidikan sebagai suatu unit sosial tersendiri.
2.      Sociology educational, merupakan analisis terhadap proses-proses sosiologi yang berlangsung dalam lembaga pendidikan. Takanan dan wilayah telaahnya pada lembaga pendidikan itu sendiri.

Berikut defenisi sosiologi pendidikan menurut pakar sosilogi;
a.       Fairchild, sosiologi pendidikan adalah sosiologi yang diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan yang fundamental.
b.      Robbins, sosiologi pendidikan adalah sosiologi khusus yang tugasnya menyelidiki stuktur dan dinamika proses pendidikan.
c.       Ellwood, sosiologi pendidikan adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari/menuju untuk melahirkan maksud hubungan-hubungan antara semua pokok-pokok masalah antara proses pendidikan dan proses sosial.


Defenisi diatas menurut analisis penulis mengisyaratkan adanya kajian khusus yang lebih spesifik untuk mengangkat isu-isu sosial dalam pendidikan atau sebaliknya. Lembaga sekolah misalnya, sebagai struktur sekolah berperan menciptakan hubungan dengan lembaga-lembaga lain yang ada didalam masyarakat sehingga melahirkan integrasi yang solid. Ketika terjadi masalah sosial yang melibatkan fungsionaris yang ada pada lembaga sekolah maka akan dengan mudah diselesaikan. Contoh kasus, misalnya seorang siswa melanggar peraturan lalu lintas (tidak memakai helm dan tanpa SIM), maka lembaga kepolisian yang berwenang akan memberikan sanksi berat dengan “tilang”  yakni hukuman dengan mengharuskan siswa membuat “SIM” yang tentunya dengan biaya mahal. Dengan hubungan komunikasi dan kerjasama yang baik maka biaya yang mesti dibayar mahal menjadi agak terjangkau dengan terjalinnya hubungan antara lembaga-lembaga tersebut.
Previous
Next Post »